Pernahkah kamu bertanya teman, mengapa langit
terkadang suka meneteskan butiran-butiran air? Apakah langit sedang menangis?
Atau mungkin kran air si langit sedang bocor?
Aku punya secuil cerita tentangnya…
Alkisah dulu matahari tak sebaik sekarang. Sekarang
kita bisa menikmati kebaikan matahari yang menyinarkan dirinya dengan hangat,
namun dulu jangan harap matahari akan melakukannya. Matahari masih muda dan
suka sekali menyombongkan sinarnya. Dia mengeluarkan seluruh sinar yang
dipunyainya, sehingga udara pun menjadi sangat panas.
Sang laut dan danau yang terkena sinar matahari ini
kemudian merasakan gerah yang teramat sangat dan akhirnya mengeluarkan
keringat. Untuk menghilangkan rasa gerahnya, danau dan laut mulai mengipasi
diri mereka. Laut dan danau mengipasi diri mereka dengan kencang. Hmmm..
bayangkan saja laut dan danau yang sebegitu besarnya mengipasi diri mereka,
sudah pasti banyak air yang terciprat kemana-kemana. Cipratan air ini kemudian
menjadi butiran-butiran kecil dan sampai di langit, tempat awan bergelantungan.
Awan yang juga kepanasan akibat sinar matahari merasa senang melihat cipratan
air dari laut dan danau. Air itu membuat tubuhnya dingin.
Tapi cipratan air ini terus-terusan, sang awan pun keberatan
menampung air. Awan menjadi sedih karena tubuhnya merasa keberatan. Sangking
sedihnya, warna awan yang semula putih berubah menjadi kelabu. Awan kelabu ini
kemudian mendapat julukan dari teman-temannya sebagai mendung. Sang mendung
kemudian melakukan perjalanan. Mendung berpikir mungkin dengan melakukan
perjalanan dia bisa mengurangi air yang menempel padanya. Mendung terus
berjalan sampai jauh mencari tempat yang kering untuk membuang airnya.
Namun di tengah perjalanan sang mendung merasa
kelelahan. Dia pun berhenti. Tiba-tiba dia mendengar suara dari bawah. “Tolong
beri saya air, saya haus. Dan saya ingin air”. Ada seorang manusia yang tengah
kehausan di bawah sana. Karena pada dasarnya mendung adalah awan putih yang
baik hati, maka dia kemudian memeras air yang menempel pada tubuhnya. Air itu
jatuh ke bawah berupa rintikan-rintikan. Sang manusia merasa senang dan menamai
rintikan air itu sebagai hujan. Mendung pun merasa senang. Dia tidak lagi
merasa keberatan dengan air yang dibawanya, dia pun kembali berwarna putih
ceria.
Rintikan-rintikan air itu sampai sekarang masih dapat
kita nikmati. Karena sang awan terkadang masih suka menjadi mendung. Hal ini
karena matahari suka tiba-tiba jail dengan mengeluarkan sinarnya dengan
terlalu…
Sebuah cerita oleh Irwan Nurdianto
Editing by Arie Rahma