Sabtu, 18 Februari 2012

Dongeng: Awan dan Hujan


Pernahkah kamu bertanya teman, mengapa langit terkadang suka meneteskan butiran-butiran air? Apakah langit sedang menangis? Atau mungkin kran air si langit sedang bocor?
Aku punya secuil cerita tentangnya…

Alkisah dulu matahari tak sebaik sekarang. Sekarang kita bisa menikmati kebaikan matahari yang menyinarkan dirinya dengan hangat, namun dulu jangan harap matahari akan melakukannya. Matahari masih muda dan suka sekali menyombongkan sinarnya. Dia mengeluarkan seluruh sinar yang dipunyainya, sehingga udara pun menjadi sangat panas.

Sang laut dan danau yang terkena sinar matahari ini kemudian merasakan gerah yang teramat sangat dan akhirnya mengeluarkan keringat. Untuk menghilangkan rasa gerahnya, danau dan laut mulai mengipasi diri mereka. Laut dan danau mengipasi diri mereka dengan kencang. Hmmm.. bayangkan saja laut dan danau yang sebegitu besarnya mengipasi diri mereka, sudah pasti banyak air yang terciprat kemana-kemana. Cipratan air ini kemudian menjadi butiran-butiran kecil dan sampai di langit, tempat awan bergelantungan. Awan yang juga kepanasan akibat sinar matahari merasa senang melihat cipratan air dari laut dan danau. Air itu membuat tubuhnya dingin.

Tapi cipratan air ini terus-terusan, sang awan pun keberatan menampung air. Awan menjadi sedih karena tubuhnya merasa keberatan. Sangking sedihnya, warna awan yang semula putih berubah menjadi kelabu. Awan kelabu ini kemudian mendapat julukan dari teman-temannya sebagai mendung. Sang mendung kemudian melakukan perjalanan. Mendung berpikir mungkin dengan melakukan perjalanan dia bisa mengurangi air yang menempel padanya. Mendung terus berjalan sampai jauh mencari tempat yang kering untuk membuang airnya.

Namun di tengah perjalanan sang mendung merasa kelelahan. Dia pun berhenti. Tiba-tiba dia mendengar suara dari bawah. “Tolong beri saya air, saya haus. Dan saya ingin air”. Ada seorang manusia yang tengah kehausan di bawah sana. Karena pada dasarnya mendung adalah awan putih yang baik hati, maka dia kemudian memeras air yang menempel pada tubuhnya. Air itu jatuh ke bawah berupa rintikan-rintikan. Sang manusia merasa senang dan menamai rintikan air itu sebagai hujan. Mendung pun merasa senang. Dia tidak lagi merasa keberatan dengan air yang dibawanya, dia pun kembali berwarna putih ceria.

Rintikan-rintikan air itu sampai sekarang masih dapat kita nikmati. Karena sang awan terkadang masih suka menjadi mendung. Hal ini karena matahari suka tiba-tiba jail dengan mengeluarkan sinarnya dengan terlalu…

Sebuah cerita oleh Irwan Nurdianto
Editing by Arie Rahma




1 komentar: