Selasa, 11 Mei 2010

Aku Rindu Ibu...


Hari ini aku rindu Ibu. Akhir-akhir ini kedekatanku dengan ibu, membuatku mudah rindu padanya. Di usiaku yang sekarang ini, hah... kurang 4 bulan lagi aku akan berusia 22 tahun, aku semakin dekat dengan Ibu. Aku menjadi lebih senang beraktivitas dengannya, dibandingkan sebelum aku memasuki usia 20 tahunan. Dulu aku adalah si anak jalanan, si anak yang jarang sekali ada di rumah. Sekolah, organisasi, main dengan teman-teman adalah rutinitas disekelilingku. Bahkan pada waktu hari libur pun aku tak punya waktu untuk di rumah. Aku lebih sering menghabiskan waktuku di luaran, malah tak jarang sampai tak pulang.

Mungkin sekarang aku sudah bosan. It’s time to come back home... n come to mama, beib...
Ibu... aku suka sekali bikin corat-coret, tapi aku tak pernah membuatnya untukmu. Terlalu sulit mendefinisikan dirimu. Terlalu rumit menceritakan dirimu, karena aku tak pernah benar-benar mengenalmu, durhakakah aku?

Sekarang aku ingin mengenalmu, lebih dekat denganmu. Kau telah mengenalku, memahamiku, merasai setiap nafasku dalam detikmu. Aku adalah bongkahan daging dan paruhan darahmu, karena itu kau selalu tahu siapa aku. Kau adalah ibu kandungku, dan aku harus mengetahui siapa dirimu. Hmmm... alangkah tak adilnya jika aku sampai tak mengetahui siapa orang yang telah membagikan serpihan jiwanya untukku.
Ibu, hari ini aku ingin pulang. Aku selalu berharap dapat tidur di pangkuanmu seperti ketika aku kecil dulu, sebelum aku mulai menginjakkan kakiku dalam dunia yang membelengguku, dunia sekolah. Yah... aku merasa jauh darimu semenjak aku masuk ke penjara itu. Aku mulai asik dengan diriku sendiri, membuat jarak yang nyata-nyata telah ada. Aku tidak hanya membuat jarak, namun menambah jarak yang telah ada.

Seseorang bilang padaku, ini akan membuatku mandiri. Aku memang akhirnya mandiri, tapi tak pernah bisa mengelak dari rasa sepi. Aku kesepian, bu. Kesepian dengan waktuku, dengan teman-temanku, dengan kegiatan-kegiatanku yang selalu kubanggakan di depanmu. Aku puas setiap kali melihatmu tersenyum mendengar semua ketangguhanku, ketangguhan yang sengaja kucipta untuk menutupi kerapuhanku. Aku hanya ingin menutupi bahwa aku sebenarnya ingin selalu di dekatmu, bermanja-manja denganmu, dan aku tak lagi menjadi si tangguh yang angkuh.

Tapi, bu, aku sudah terbiasa tidak berada di dekatmu. Ketika denganmu pun aku tak mampu menunjukkan semua inginku. Aku tetap si angkuh kebanggaanmu, yang meskipun sering menyakitimu tetap kau gembar-gemborkan sebagai anak yang baik.
Bu, aku sayang kamu meski aku tahu, aku takkan pernah dapat mengalahkanmu dalam lomba kasih sayang ini.
Hope Allah always bless you, Mom. (Malang, 10 Mei 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar